Selasa, 17 Maret 2009

ASKEP GAGAL GINJAL KRONISI

GAGAL GINJAL KRONISI.
KONSEP GAGAL GINJAL KRONISA.
DEFINISIGagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
B. ETIOLOGIPenyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)7. Nefropati toksik8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)(Price & Wilson, 1994)
C. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS1. PatofisiologiGagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsib. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medisc. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.(Corwin, 1994)2. Pathways (terlampir)D. MANIFESTASI KLINIK1. Kardiovaskuler Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis Pitting edema (kaki, tangan, sacrum) Edema periorbital Friction rub pericardial Pembesaran vena leher2. Dermatologi  Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit kering bersisik Pruritus Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar3. Pulmoner Krekels Sputum kental dan liat Nafas dangkal Pernafasan kussmaul4. Gastrointestinal  Anoreksia, mual, muntah, cegukan Nafas berbau ammonia Ulserasi dan perdarahan mulut Konstipasi dan diare Perdarahan saluran cerna5. Neurologi Tidak mampu konsentrasi Kelemahan dan keletihan Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran Disorientasi Kejang Rasa panas pada telapak kaki Perubahan perilaku6. Muskuloskeletal  Kram otot Kekuatan otot hilang Kelemahan pada tungkai Fraktur tulang Foot drop2. Reproduktif Amenore Atrofi testekuler(Smeltzer & Bare, 2001)E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratoriumo Laboratorium darah :BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) o Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2. Pemeriksaan EKGUntuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)3. Pemeriksaan USGMenilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomenF. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi ginjal(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)G. KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :1. Hiperkalemia2. Perikarditis3. Hipertensi4. Anemia5. Penyakit tulang(Smeltzer & Bare, 2001)II. ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONISB. PENGKAJIAN1. Aktifitas dan IstirahatKelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidurKelemahan otot dan tonus, penurunan ROM2. SirkulasiRiwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dadaPeningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub3. Integritas EgoFaktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatanMenolak, cemas, takut, marah, irritable4. EliminasiPenurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung5. Makanan/CairanPeningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asitesPenurunan otot, penurunan lemak subkutan6. NeurosensoriSakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutanGangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma7. Nyeri/KenyamananNyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kakiDistraksi, gelisah8. PernafasanPernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal 9. KeamananKulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas10. SeksualitasPenurunan libido, amenore, infertilitas11. Interaksi SosialTidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya(Doengoes, 2000)B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik)4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasiC. INTERVENSI1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjalTujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan.Kriteria Hasil :• Hasil laboratorium mendekati normal• BB stabil• Tanda vital dalam batas normal• Tidak ada edemaIntervensi :a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVPb. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWLc. Awasi BJ urind. Batasi masukan cairane. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasif. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang samag. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4)h. Auskultasi paru dan bunyi jantungi. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisahKolaborasi :i. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me ↑ COPii. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Htiii. Rongent Dadaiv. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopav. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasivi. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntahTujuan : mempertahankan status nutrisi adekuatKriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.Intervensi :a. Kaji status nutrisib. Kaji/catat pola dan pemasukan dietc. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksiad. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasie. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulutf. Timbang BB tiap hariKolaborasi ; Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K Konsul ahli gizi untuk mengatur diet Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat Batasi K, Na, dan Phospat  Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik)Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit dalam batas normalIntervensi :a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akuratb. Berikan cairan sesuai indikasic. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasid. Kontrol suhu lingkungane. Awasi hasil Lab : elektrolit Na4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolitTujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuatKriteria Hasil :• TD dan HR dalam batas normal• Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapilerIntervensi :a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskulerb. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiric. Observasi EKG, frekuensi jantungd. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentange. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mentalf. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kukug. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitash. Pertahankan tirah baringKolaborasi: Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin  Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi Siapkan dialysis5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisaTujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransiIntervensi ;a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahatb. Kaji kemampuan toleransi aktivitasc. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihand. Rencanakan periode istirahat adekuate. Berikan bantuan ADL dan ambulasif. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritusHasil yang diharapkan : kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesiIntervensi :a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhub. Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane mukosac. Jaga kulit tetep kering dan bersihd. Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan tulange. Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani area edema dengan hati-hatif. Pertahankan linen kering dan kencangg. Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area pruritush. Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasiTujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan perilaku hidupIntervensi :a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosab. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mgc. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein, rendah natrium sesuai indikasid. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan efek sampinge. Diskusikan tentang pembatasan cairanf. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halusg. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitash. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera :Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata merahDAFTAR PUSTAKA1. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)2. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical–surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)3. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999)4. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)5. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)6. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 20018. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

askep Pyelonephritis

A. Pyelonephritis

Pengertian Adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum=piala ginjal).

B. Penyebab
Bakteri E.coli·
Resisten terhadap obat antibiotik·
Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis·
Infeksi aktif·
Penurunan fungsi ginjal·
Urethra refluk·
Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistim limfatik.

C. Patofisiologi Akut Bakteri
masuk kedalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembengkakan di daerah tersebut, dimulai dari papilla dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cystitis, prostatitis (ascending) atau karena infeksi streptococcus yang berasal dari darah (descending).


Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
Pielonefritis kronis
Pyelonefritis akut

1) Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.KronisPielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.

Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.Pembagian PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

Tanda dan gejala:
a. Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal.
b. Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
c. Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
d. Client biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
e. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
2) Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak.

Tanda dan gejala:
a. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang spesifik.
b. Adanya keletihan.
c. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
d. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun.
e. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
h. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.


D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Pemeriksaan IVP
Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur
Cystoscopy
cultur urin
biopsi ginjal.

E. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : Nyeri punggung bawah dan disuria
b. Riwayat penyakit sekarang : Masuknya bakteri kekandung kemih sehingga menyebabnkan infeksi
c. Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya pengetahuan kx tetnang pencegahan
b. Pola instirahat dan tidur : Istirahat dan tidur kx mengalami gangguan karena gelisah dan nyeri.
c. Pola eminasi : Kx cenderung mengalami disuria dan sering kencing
d. Pola aktivitas : Akativitas kx mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
TD : normal / meningkat
Nadi : normal / meningkat
Respirasi : normal / meningkat
Temperotur : meningkat
b. Data fokus
Inpeksi : Rrekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
Palpasi : Suhu tubuh me
Perkusi : Resona
Auskultasi :
F. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
G. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulangRasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokusRelaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perinealRasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi: Konsul dokter bila:- sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakitRasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi- keberhasilannyaRasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hariRasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih
2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urinRasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairanRasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuhRasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaranRasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jamRasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi: Awasi- pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatininRasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin:- tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi:
menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanngRasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaanRasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan KeperawatanNugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUIPrice, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGCSmeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=89

Askep Asma

Askep Asma
PengertianAsma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.EtiologiAsma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.2) Pembengkakan membran bronkus.3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.PatofisiologiProses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Manipestasi klinikManifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :1) Tingkat I :a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2) Tingkat II :a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :a) Tanpa keluhan.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.5) Tingkat V :a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.
Klasifikasi asmaAsma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
PenatalaksanaanPrinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :a. Menghilangkan obstruksi jalan nafasb. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :a. Pengobatan dengan obat-obatanSeperti :1) Beta agonist (beta adnergik agent)2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)3) Anti kounergik (bronkodilator)4) Kortikosterad5) Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :1) Oksigen 4-6 liter/menit.2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan.3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Pemeriksaan penunjangBeberapa pemeriksaan penunjang seperti :a. Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.b. Tes provokasi :4) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.5) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.6) Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.7) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.g. Pemeriksaan sputum.
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
Pengkajiana. Identitas klien1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.3) Status mental : lemas, takut, gelisah4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelahb. Pemeriksaan fisikDada1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternuum2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter trnsversal3) Keabnormalan struktur Thorax4) Contour dada simetris5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata6) RR dan ritme selama satu menit.Palpasi :1) Temperaur kulit2) Premitus : Pibrasi dada3) Pengembangan dada4) Krefitasi5) Masa6) EdemaAuskultasi1) Vesikuler2) Broncho vesikuler3) Hyper ventilasi4) Rochi5) Whizing6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.c. Pemeriksaan penunjang1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.2) Tes provokasi :a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.c) Tes provokasi bronkialUntuk menunjang adanya hiperaktivitas broncus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquaci destilata.3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.8) Pemeriksaan sputum.
Diagnosa 1 :Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.Tujuan :Jalan nafas kembali efektif.Kriteria hasil : -Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.Intervensi :a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : merigi, erekeis, ronkhi.R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.e. Berikan air hangat.R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1x1 (inhalasi).R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.Tujuan :Pola nafas kembali efektif.Kriteria hasil :Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.Intervensi :1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.R/ kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.R/ duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.R/ dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.6. Kolaborasi- Berikan oksigen tambahan- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizerR/ memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.Tujuan :Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.Kriteria hasil :Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.Intervensi :1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).R/ menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.R/ petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.3. timbang berat badan dan tinggi badan.R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.R/ air hangat dapat mengurangi mual.5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi seringR/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.6. Kolaborasi- Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.R/ menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.- Berikan obat sesuai indikasi.- Vitamin B squrb 2x1.R/ defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.- antiemetik rantis 2x1R/ untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.Tujuan :Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.Kriteria hasil :k/u klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada sekala sedangIntervensi :1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.R/ menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.R/ pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.R/ menurunkan stress dan rangsangan berlebihan menaikan istirahat.
Diagnosa 5 :Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informan.Tujuan :Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.Kriteria hasil :Mencari tentang proses penyakit :- Klien mengerti tentang definisi asma- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma- Klien mengerti komplikasi dari asmaIntervensi :1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.R/ informasi dapat manaikan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.R/ kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.R/ selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.R/ upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.R/ menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasia. Jalan nafas kembali efektif.b. Pola nafas kembali efektif.c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

Jumat, 13 Maret 2009

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI

DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
B. Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).

C. Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c) Sosial
 Interaksi kurang.
 Kegiatan kurang .
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
 Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
E. Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
F. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.

2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
G. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.

I. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

askep Osteoporosis

Osteoporosis

A. DEFINISI

Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

B. PENYEBAB


1. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. http://www.medicastore.com/osteoporosis/Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.

C. Patofisiologi
Penyebab pasti dari osteoporosis belum diketahui, kemungkinan pengaruh dari pertumbuhan aktifitas osteoklas yang berfungsi bentuk tulang. Jika sudah mencapai umur 30 tahun struktur tulang sudah tidak terlindungi karena adanya penyerapan mineral tulang.

D. GEJALA

Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala.
Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
1. patah tulang
2. punggung yang semakin membungkuk
3. hilangnya tinggi badan
4. nyeri punggung
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
window.google_render_ad();

E. PENGKAJIAN
Mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan osteporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, awitan menopause dan penggunaan steroid
Amati terhadap fraktur, kifosis thorakal atau pemendekan batang tubuh saat melakukan pemeriksaan fisik
Riwayat dislokasi pada wanita post menopouse atau kondisi yang diketahui sebagai penyebab sekunder osteoporosis. Pasien (biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat . Pasien mengatakan nyeri beberapa lama sampai beberapa tahun. Jika pasien mempunyai kolab vertebra, pasien merasakan nyeri punggung dan nyeri menjalar ke tubuh. Selain itu didapatkan :
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA
1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
2. Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
5. terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
Kriteria Pengkajian Fokus
Makna klinis
Pengetahuan atau pengalaman dengan osteoporosis
Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi
Pengkajian ini membantu perawat merencanakan strategi penyuluhan
Klien atau keluarga yang gagal untuk memenuhi tujuan belajar memerlukan rujukan untuk bantuan pasca pulang.


KRITERIA HASIL :
Klien atau keluarga akan :
a) Menyebutkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dihilangkan
b) Menggambarkan modifikasi diet
c) Menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan pada profesioal pelayanan kesehatan
d) Sasaran utama yang lain mencakup peredaan nyeri, perbaikan eliminasi usus dan tidak terdapat fraktur tambahan.

INTERVENSI KEPERAWATAN :
osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga (mis; gambar, slide, model). Jelaskan hal-hal berikut :
Penurunan densitas tulang
Peningkatan insiden fraktur vertebral, panggul dan pergelangan
a) Jelaskan faktor resiko dan yang mana dapat dihilangkan atau diubah.
a. Gaya hidup menoton
b. Kerangka tubuh kecil, kurus
c. Diet rendah kalsium dan vitamin D dan fosfor tinggi
d. Menopause atau ooforektomi
e. Obat-obatan
f. Meminum alkohol
g. Kafein
h. Kadar natrium florida rendah
i. Merokok
b) Rujuk ke sumber komunitas seperti kelompok berhenti merokok, yayasan artritis dan kelompok yang terkait.
c) Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur :
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada punggung bawah, terutama setelah mengangkat atau membungkuk
b. Spasme otot paravertebral nyeri
c. Kolaps vertebral bertahap (dikaji dengan perubahan tinggi badan atau pengukuran tanda khiposis)
d. Nyeri punggung kronik
e. Keletihan
f. Konstipasi
d) Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada indikasi :
a. perbanyak masukan kalsium 1000 sampai 1500 mg/hari
b. Identifikasi makanan tinggi kalsium, mis; sardin, salmon, tahu produk dari susu dan sayuran berdaun hijau
c. Pantau tanda dan gejala intoleransi laktosa, seperti; diare, flatulens dan kembung
d. Rekomendasikan multivitamin yang mengandung 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari
e. Identivikasi makanan yang menjadi sumber vitamin D, mis; susu diperkaya sereal, kuning telur, hepar dan ikan laut
f. Dorong masukan protein adekuat tetapi tidak berlebih, kurang lebih 44 g/hari pada kebanyakan klien
e) Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik dan pembatasan tertentu :
a. Dorong latihan yang menghasilkan gerakan, tarikan dan tekanan pada tulang panjang, mis; berjalan, bersepeda statis dan mendayung
b. Instruksikan klien untuk latihan sedikitnya tiga kali seminggu selama 30 sampai 60 menit setiap bagian, sesuai kemampuan
c. Hindari latihan fleksi spina dan membungkuk tiba-tiba dan tersentak, mengangkat beban berat
d. Rencanakan periode istirahat adekuat, berbaring pada posisi terlentang selama sedikitnya 15 menit saat nteri punggung meningkat atau interval tertentu selama siang hari
e. Instruksikan klien dalam menggunakan sabuk punggung, korset, belat bila perlu
f. Dorong anggota keluarga atau pemberi perawatan lain untuk memberikan latihan rentang gerak pasif pada klien yang diimobilisasi di tempat tidur
f) Jelaskan pentingnya kewaspadaan keamanan seperti berikut ini :
a. Menyangga punggung dengan matras kuat, penyokong tubu dan mekanika tubuh yang baik
b. Lindungi terhadap kecelakaan jatuh dengan menggunakan sepatu dengan tumit rendah; menyingkirkan bahaya lingkungan, seperti rak laci, lantai licin, kabel listrik dijalan dan pencahayaan yang kurang baik dan menghindari alkohol, hipnotik dan tranquilizer
c. Menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan, mis; tongkat atau kruk
d. Hindari gerakan fleksi, seperti menunduk, membungkuk dan mengangkat. Jelaskan bahwa fraktur kompresi vertebral dapat diakibatkan dari trauma minimal karena membuka jendela, menggendong anak, batuk atau menunduk.
g) Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi rencana dan mengerti kemungkinan efek samping. Sesuai keperluan, pertaegas tentang hal berikut
a. Sumplemen kalsium : 1000 sampai 1500 mg/hari, 1500 mg/hari setelah menopause, disertai dengan peningkatan masukan cairan
b. Suplemen vitamin D : 100 sampai 500 IU/hari. (catatan; bila vitamin D digunakan dalam hubungannya dengan kalsitrio, kadar kalsium plasma harus dipantau setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu dan kemudian frekuensinya menurun)
c. Terapi estrogen dosis rendah; 0,3 sampai 0,625 mg/hari unuk wanita pasca menopausal, disertai pemeriksaan payudara mandiri setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis regular dan mamografi dengan Pap smear untur memonitor efek samping
d. Kalsitonin Salmon parenteral; dosis yang disetujui FDA adalah 100IU setiap hari. Seringkali 100IU/hari, tiga kali seminggu pada awalnya; kemudian setelah pemeriksaan rontgen dan evaluasi kalsium serum, dosis dapat menurun sampai 50 IU/hari setiap 1-3 hari
e. Natrium florida; biasanya 60 mg/hari pada waktu yang berbeda dari pemberian kalsium.
2. Masalah Kolaboratif : Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a) Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan tangan)
a. Nyeri pada punggung bawah atau leher
b. Nyeri tekan terlokalisasi
c. Nyeri menyebar pada abdomen dan pinggang
d. Spasme otot para vertebral
b) Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan. Dikatakan kifosis bila jarak antara kaki dan simfisis pubis lebih dari 1 cm
tanda dan gejala paralitik ileus :
a. Tak terdengar bising usus
b. Ketidak nyamanan abdomen dan distensi
INTERVENSI PROGRAM DOKTER YANG BERHUBUNGAN :
Obat-obatan :
a. Kalsium, suplemen vitamin D
b. Kalsitonin salmon
c. Terapi pengganti estrogen dalam konjungsi dengan progresteron
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Kalsium dan fosfat serum
b. Fosfat alkalin
c. Hidroksiprolin
d. Ekskresi kalsium urine
e. Hematokrit
f. Osteokalsin serum
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sinar x
b. Absorpsimetri foton tunggal
c. Absorpsimetri sinar x energi ganda
d. Absorpsimetri foton ganda
e. Tomografi komputer kuantit
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a) Ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring dan pengunaan matras yang keras dan tidak menggulung
b) Instruksikan pasien untuk menggerakkan trunkusnya sebagai satu unit dan hindari memutar ; berikan dorongan untuk melakukan postur tubuh yang baik dan melanik tubuh yang baik
c) Pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementara ketika turun dari tempat tidur
d) Berikan analgesik narkotik oral saat awitan nyeri punggung ; gati menjadi analgesik non narkotik setelah beberapa hari
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a) Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet tinggi serat, tingkatan masukan cairan dan gunakan pelunak feces yang telah diresepkan
b) Pantau masukan pasien, bising usus dan aktivitas usus (defekasi); ileus dapat terjadi jika kolaps vertebra mengenai tulang vertebra T10-12.
5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN :
a) Tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot, mencegah atropi disuse, dan hambat demineralisasi tulang progresif.
b) Berikan dorongan untuk melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot trunkus
c) Berikan dorongan untuk berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
d) Hindari membungkuk tiba-tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat
e) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diluar rumah di bawah sinar matahari untuk meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin D
window.google_render_ad();

G. PENCEGAHAN

Pencegahan osteoporosis meliputi :
· Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
· Melakukan olah raga dengan beban
· Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron.

Semua manusia di dunia pasti akan menjadi tua baik pria maupun wanita.Proses penuaan telah terjadi sejak manusia dilahirkan ke dunia dan terus menerus terjadi sepanjang kehidupannya. Khususnya pada wanita, proses ini mempunyai dampak tersendiri berkaitan dengan proses siklik haid setiap bulannya yang mulaiu terganggu dan akhirnya menghilang sama sekali. Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid (menopause dan pasca menopause) disebabkan penurunana dan hilangnya hormon estrogen. Ini adalah hal yang normal dan alamiah. Namun, penerimaannnya berbeda-beda diantara wanita. Dengan turunnya kadar hormon estrogen maka proses osteoblas (pembentukan tulang) terhambat dan dua hormon yang berperan dalam proses ini yaitu D, PTH pun turun sehingga dimulai hilangnya kadar mineral tulang. Apabila hal ini terus berlanjut dan akibat kelanjutan harapan hidup masih akan mencapai keadaan osteoporosis yaitu kondisi dimana massa tulang demikian rendah sehingga tulang mudah patah. Diketahui 85% wanita menderita osteoporosis yang terjadi sekitar 10 tahun setelah menopause, atau 8 tahun setelah pengangkatan kedua ovarium.
Jadi, para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut, antara lain:
Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium.
Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis harian yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk usia lansia dianjurkan 1200 mg per hari.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Pilihlah makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Untungnya, Indonesia beriklim tropis sehingga sinar matahari berlimpah. Berjemurlah di bawah sinar matahari selama 30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan sore hari sesudah jam 16.00.
3. Melakukan olah raga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olah raga beban misalnya berjalan dan menaiki tangga tetapi berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Dr. Ade Tobing, Sp.KO kini mengenalkan yang disebut latihan jasmani yang baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Latihan BBTT ternyata terbukti bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan massa tulang. Oleh sebab itu, latihan fisik (BBTT) dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit osteoporosis.
4. Gaya hidup sehat
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan risiko osteoporosis. Konsumsi kopi, minuman bersoda, dan daging merah pun dilakukan secara bijak.
5. Hindari obat-obatan tertentu
Hindari obat-obatan golongan kortikosteroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Waspadalah penggunaan obat antikejang. Jika tidak ada obat lain, maka obat-obatan tersebut dapat dikonsumsi dengan dipantau oleh dokter.
6. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
a) Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
b) Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
c) Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
H. Pilihan Obat Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis dan penyakit tulang lainnya terdiri dari berbagai macam obat (bifosfonat / bisphosphonates, terapi hormon estrogen, selective estrogen receptor modulators atau SERMs) dan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup. Obat untuk osteoporosis harus menunjukkan kemampuan melindungi dan meningkatkan massa tulang juga menjaga kualitas tulang supaya mengurangi resiko tulang patah. Beberapa obat meningkatkan ketebalan tulang atau memperlambat kecepatan penghilangan tulang.


1. Golongan Bifosfonat
Bisfosfonat oral untuk osteoporosis pada wanita postmenopause khususnya, harus diminum satu kali seminggu atau satu kali sebulan pertama kali di pagi hari dengan kondisi perut kosong untuk mencegah interaksi dengan makanan.Bisfosfonat dapat mencegah kerusakan tulang, menjaga massa tulang, dan meningkatkan kepadatan tulang di punggung dan panggul, mengurangi risiko patah tulang.
Golongan bifosfonat adalah Risedronate, Alendronate, Pamidronate, Clodronate, Zoledronate (Zoledronic acid), Asam Ibandronate. Alendronat berfungsi:
o mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause
o meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul
o mengurangi angka kejadian patah tulang.
Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya.
Asam Ibandronate adalah bifosfonat yang sangat poten dan bekerja secara selektif pada jaringan tulang dan secara spesifik menghambat akjtivitas osteoklastanpa mempengaruhi formasi tulang secara langsung. Dengan kata lain menghambat resorpsi tulang. Dosis 150 mg sekali sebulan.
Selain untuk osteoporosis golongan bifosfonat juga digunakan untuk terapi lainnya misalnya untuk hiperkalsemia, sebagai contoh Zoledronic acid. Zoledronic acid digunakan untuk mengobati kadar kalsium yang tinggi pada darah yang mungkin disebabkan oleh jenis kanker tertentu. Zoledronic acid juga digunakan bersama kemoterapi kanker untuk mengobati tulang yang rusak yang disebabkan multiple myeloma atau kanker lainnya yang menyebar ke tulang.
Zoledronic acid bukan obat kanker dan tidak akan memperlambat atu menghentikan penyebaran kanker. Tetapi dapat digunakan untuk mengobati penyakit tulang yang disebabkan kanker. Zoledronic acid bekerja dengan cara memperlambat kerusakan tulang dan menurunkan pelepasan kalsium dari tulang ke dalam darah.
2. Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM)
Sementara terapi sulih hormon menggunakan estrogen pada wanita pasca menopause, efektif mengurangi turnover tulang dan memperlambat hilangnya massa tulang. Tapi pemberian estrogen jangka panjang berkaitan dengan peningkatan resiko keganasan pada rahim dan payudara. Sehingga sekarang sebagai alternatif pengganti estrogen adalah golongan obat yang disebut SERM (Selective Estrogen Receptor Modulator). Obat ini berkhasiat meningkatkan massa tulang tetapi tidak memiliki efek negatif dari estrogen, obat golongan SERMs adalah Raloxifene.
3. Metabolit vitamin D
Sekarang ini sudah diproduksi metabolit dari vitamin D yaitu kalsitriol dan alpha kalsidol. Metabolit ini mampu mengurangi resiko patah tulang akibat osteoporosis.
4. Kalsitonin
Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung. Salmon Kalsitonin diberikan lisensinya untuk pengobatan osteoporosis. Sekarang ini juga ada yang sintetiknya. Sediaan yang ada dalam bentuk injeksi. Dosis rekomendasinya adalah 100 IU sehari, dicampur dengan 600mg kalsium dan 400 IU vitamin D. Kalsitonin menekan aksi osteoklas dan menghambat pengeluarannya.
5. Strontium ranelate
Stronsium ranelate meningkatkan pembentukan tulang seperti prekursor osteoblas dan pembuatan kolagen, menurunkan resorpsi tulang dengan menurunkan aktivitas osteoklas. Hasilnya adalah keseimbangan turnover tulang dalam proses pembentukan tulang. Berdasarkan hasil uji klinik, stronsium ranelate terbukti menurunkan patah tulang vertebral sebanyak 41% selama 3 tahun.

OTITIS MEDIA AKUT

LAPORAN PENDAHULUAN
OTITIS MEDIA AKUT






















Disusun oleh :
AMIR RIMBA WANTO



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PRODI D III KEPERAWATAN
2009-2010


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang disusun ini berjudul “Otitis Media Akut”. maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata KMB III, disamping itu dapat juga dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Penyusun juga mohon maaf atas keterbatasan makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan masukan, kritik ataupun saran yang diharapkan dapat membangun dan membuat penyusun termotifasi untuk terus belajar dan belajar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum

Gombong, 24 Februari 2009

Penyusun







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................................... 4
Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 4
Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II ISI
1. Pengertian................................................................................................................ 5
2. Etiologi.................................................................................................................... 7
3. Patofisiologi............................................................................................................. 7
4. Manifestasi Klinis.................................................................................................... 8
5. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................... 9
6. Penatalaksanaan Medis............................................................................................ 9
7. Asuhan Keperawatan Klien Otitis Media............................................................... 10
A. Pengkajian........................................................................................................ 10
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 10
C. Intervensi Keperawatan................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 13

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kami menyusun makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas dari mata KMB III yang membahas tentang “Otitis Media Akut”. Kami mengambil judul ini karena erat sekali hubungannya dengan kehidupan kebutuhan seksual setiap manusia.

Metode Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan data yang kami peroleh yaitu “ Metode Riset Library”. Dimana metode ini diperoleh dari buku perpustakaan dan Internet

Tujuan
Penyusunan makalah ini kami buat untuk :
a) Menambah ilmu tentang Otitis Media Akut
b) Memahami dan mengerti beberapa gangguan yang sering muncul dalam Otitis Media Akut.
c) pengumpulan tugas dari mata KMB III





BAB II
ISI
1. Pengertian
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
A. Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi.
Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

B. Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi
C. Otitis Media Kronik
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

2. Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

3. Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
4. Manifestasi Klinis
A. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
a) Sakit telinga yang berat dan menetap.
b) Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c) Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ÂșC
d) Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e) Demam
f) Anoreksia
g) Limfadenopati servikal anterior
B. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
C. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
5. Pemeriksaan Diagnostik
A. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
B. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
C. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
6. Penatalaksanaan Medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa. Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan. Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi.
Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.
7. Asuhan Keperawatan Klien Otitis Media
A. Pengkajian
a) Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
b) Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses infeksi)
c) Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
d) Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan berkalori
e) Kaji kemungkinan tuli.
B. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri b.d Inflamasi pada jaringan telinga tengah
b) Perubahan Sensori – Persepsi ; Auditorius b.d Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran
c) Gangguan Body Image b.d paralysis nervus fasialis ; facial palsy
d) Ancietas b.d Prosedur pembedahan ; Miringopalsty / mastoidektomi
C. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri b.d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeriIntervensi :
a. Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien
b. Berikan analgetik sesuai indikasi
c. Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll
b) perubahan sensori – persepsi ; Auditorius b.d Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran.
Tujuan : memperbaiki komunikasiIntervensi :
a. mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
b. Memandang klien ketika sedang berbicara
c. Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
d. Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir
e. Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
f. Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klien
g. Bila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.
c) Gangguan Body Image b.d paralysis nervus fasialis
a. Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahuluBeritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut dari penyakit tersebut
b. Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
d) Ancietas b.d prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.
a. Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.
b. Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk diketahui klien sebelum pembedahan
c. Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L., Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 3, Jakarta, EGC, 2002
Dudley, H.A.F., Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992.
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

Senin, 09 Maret 2009

ENDOCARDITIS

Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.
Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.

Etiologi
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.

Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.
Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi.
Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.
Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.

Patofisiologi
Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub.
Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan.

Gejala-gejala
Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.

Gejala umum
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.
Gejala Emboli dan Vaskuler
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).
Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .

Endokarditis infeksi akut
Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral.

Laboratorium
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.

Echocardiografi
Diperlukan untuk:
- Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)
- Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif
- Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral )
- Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub

Diagnosis
Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.
Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.

Pengobatan
Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .

Pencegahan
Faktor predisposisi sebaiknya diobati (gigi yang rusak, karies,selulitis dan abses).