Minggu, 03 Juli 2011

Dampak Gagal Ginjal Akut Terhadap KDM

A. PENGERTIAN

Gagal Ginjal Akut merupakan klinis akibat kerusakan metabolitik patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. Gagal ginjal akut biasanya disertai oliguria tetapi oliguria tidak merupakan gejala klinis, secara klinis istilah nerksosis tubulous akut sering dipakai.


B. SEBAB-SEBAB GAGAL GINJAL AKUT

1. Prarenal (gagal ginjal sirkulatorik)

a. Hipovelemia (perdarahan terutama post partum, abrupsio palsenta, lula bakar, kehilangan melalui saluran cerna seperti pada pankreatitis atau gastyroentertitis, pemakaian divretik berlebihan).
b. Terkumpulnya cairan intravaskuler (syok septik, anafilaksis, cedera remuk).
c. Penurunan curah jantung (gagal jantung, infark miokardium, tamponade jantung, emboli paru).
d. Peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal (pembedahan, anastesia, sindrom hepatorenal).
e. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).

2. Posternal (uropati obstruktif akut)

a. Obstruksi pada muara kandung kemih (hipertropi prostat, karsinoma).
b. Obstruksi ureter bilateral (kalkuli, bekuan darah, tumor, fibrosis, retriperitoneal, trauma pembedahan, papilitis nekritikans).
c. Obstruksi duktus pengumpul ginjal (asam urat, sulfa)

3. Ginjal (gagal ginjal intrinsik)

a. Iskemia (semua keadaan prarenal, syok pasca bedah).
b. Nefrotoksin, pelarut organik (karbon tetraklorida).
c. Logam berat (merkuri biklorida, arsen, timbale, uranium).
d. Antibiotik (metiisilin, aminoglikosida, tetrasiklin, ampoperisin, sefalosporin, sulfanonamide, fenitoin, fenilbutazon).

4. Penyakit Ginjal Glumerulo Vaskular

a. Glomerulonegritis pasca strptokok akut.
b. Glomeruloneftritis progressif cepat.
c. Hiper maligna.
5. Netritis interstisial akut (infeksi yang berat, induksi obat)
6. Keadaan akut pada gagal ginjal kronik yang berkaitan dengan kekurangan garam air, muntah, diare, infeksi.


C. PATOFISOLOGI GAGAL GINJAL

Penurunan aliran darah ke ginjal dan GFR yaitu disebabkan oleh :
1. Obstruksi tubulus.
2. Kebocoran cairan tubulus.
3. Penurunan permeabilitas glomerulus.
4. Disfungsi vasomotor
5. Umpan balik tubuloglomerulus.

Obstruksi tubulus mengakibatkan deskuamasi dari sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembekakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan intratubulus meningkat, sehinga tekanan filtrasi glomerulus menuru. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting pada gagal ginjal akut yang disebabkan oleh logam berat atau iskemia berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar dari lumen sel-sel tubulus yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membrana basalis dapat terlihat pada Nekrotik Tubular Akut (NTA) yang berat, yang merupakan dasar anatomik dari mekanisme ini.

Sindrom NTA menyatakan adanya abnormalitas dari tubulus ginjal, keadaan-keadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan sel-sel membrana basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunya permeabilitas luas permukaan filtrasi. Akibatnya ada penurunan ultaviltrasi glomerulus.

Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkungan sampai 30% dari normal pada GGA oliguria. Tingkat RBF ini dpaat diserta GFR yang cukup besar. Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik sering sama rendahnya atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih memadai atau berkurang. Selain itu bukti-bukti percobaan menunjukkan bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal. Dengan demikian hipofertusi ginjal saja tidak bertanggungjawab terhadap besar penurunan GFR dan lesi-lesi tubulus yang ditemukan pada GGA. Meskipun demikian, terdapat bukti-bukti perubahan yang nyata pada distribusi intrarenal aliran darah dari korteks ke medula selama hipotensi akut atau hipotensi yang berkepanjangan.

Hal ini dapat dilihat kembali bahwa pada normal kira-kira 90% darah diditribusikan di korteks (tempat dimana terdapat glomeruli) dan 10% menuju ke medula. Dengan demikian ginjal dapat memekatkan kemih dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada gagal ginjal akut perbandingan antara distribusi korteks dan medula ginjal menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Kontriksi dari arteriol aferen merupakan dasar vakular dari penurunan GFR yang nyata. Iskemia ginjal akan mengaktifasi sistem renin angiotensin dan memperberat iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi ditemukan pada korteks luar ginjal, tempat dimana iskemia paling berat terjadi selama berlangsungnya GGA pada hewan maupun manusia.

Pada keadaan normal hipoksia ginjal merangsang mensintesis dan PGE dan PGA (vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Agaknya iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambatkan ginjal untuk mensisteisi prostaglandin. Penghambat prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan dapat menyebabkan NTA.

Teori tubuloglomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat iskemia atau nefrotoksin, gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air. Akibatnya, makula densa mendeteksi adanya peningkatan produksi renin dari sel-sel jukstaglomerulus. Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen, mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR.

Kejadian awal umunya akibat gangguan iskemia dan nefrotoksin yang merusak tubulus atau glomeruli atau menurunkan aliran darah ginjal. Gagal ginjal akut kemudian menetap melalui beberapa mekanisme yang dapat ada atau tidak dan merupakan akibat cedera awal. Efek merugikan dari perfusi ginjal pada fungsi ginjal sangat jelas. Karena aliran darah ginjal dalam jumlah yang besar dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal ginjal, maka perubahan komposisi urine terjadi lebih dini bila perfusi ginjal menurun. Bila aliran darah ginjal sangat terganggu sebagai akibat baik penurunan volume darah efektif, turunya curah jantung atau penurunan tekanan darah di bawah 80 mmHg terjadi perubahan karakteristik yang jelas terjadi pada fungsi ginjal. Kapasitas untuk otoregulasi sempurna terampau. Laju filtrasi glomerulus (CFG) menurun. Jumlah cairan tubuler menurun, dan cairan mengalir.


D. DAMPAK TERHADAP KDM





DAFTAR PUSTAKA


Syilvia A. Price and Lorraine M. Wilson, PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC 1995.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1 Edisi VII, Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997.

Sufa Chasani, Prof, Dr. dr. SpPd, Dasar-dasar Patofisiologi, Penerbit Akademi Keperawatan Muhammadiyah Semarang 1998.

Doenges E. Marilynn dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku kedokteran EGC 2000.

INFEKSI SALURAN KEMIH


A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)


B. Klasifikasi

Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
  1. Kandung kemih (sistitis)
  2. Uretra (uretritis)
  3. Prostat (prostatitis)
  4. Ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
  1. ISK uncomplicated (simple)
    ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
  2. ISK complicated
    Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
    • Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
    • Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
    • Gangguan daya tahan tubuh
    • Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C. Etiologi
  1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
    • Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
    • Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
    • Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
  2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
    • Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
    • Mobilitas menurun
    • Nutrisi yang sering kurang baik
    • Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
    • Adanya hambatan pada aliran urin
    • Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D. Patofisiologi ISK (Pathway ISK)

Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
  • Secara asending yaitu:
    • Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
    • Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.

  • Secara hematogen yaitu:
    Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
  • Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
  • Mobilitas menurun
  • Nutrisi yang sering kurang baik
  • System imunnitas yng menurun
  • Adanya hambatan pada saluran urin
  • Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.


E. Tanda dan Gejala
  1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
    • Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
    • Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
    • Hematuria
    • Nyeri punggung dapat terjadi
  2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
    • Demam
    • Menggigil
    • Nyeri panggul dan pinggang
    • Nyeri ketika berkemih
    • Malaise
    • Pusing
    • Mual dan muntah

F. Pemeriksaan Penunjang
  1. Urinalisis
    • Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
    • Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
  2. Bakteriologis
    • Mikroskopis
    • Biakan bakteri
  3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
  4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
  5. Metode tes
    • Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
    • Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
      Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
    • Tes- tes tambahan :
      Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.


G. Penatalaksanaan

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
  • Terapi antibiotika dosis tunggal
  • Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
  • Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
  • Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
  • Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
  • Interansi obat
  • Efek samping obat
  • Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
  • Efek nefrotosik obat
  • Efek toksisitas obat

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

A. Pengkajian
  1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
  2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
    • Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
    • Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
  3. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
    • Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
    • Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
    • Apakah terjadi inkontinensia urine?
  4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
    • Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
    • Adakah disuria?
    • Adakah urgensi?
    • Adakah hesitancy?
    • Adakah bau urine yang menyengat?
    • Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
    • Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
    • Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
    • Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
  5. Pengkajian psikologi pasien:
    • Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
    • Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
  2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
  3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

C. Intervensi
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
    Kriteria Hasil :
    • Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
    Intervensi:

    • Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
      Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
    • Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri.
      Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
    • Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
      Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
    • Berikan perawatan perineal
      Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
    • Jika dipaang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
      Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
    • Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
      Rasional : relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.

  2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
    Kriteria Hasil :
    Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
    Intervensi:

    • Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
      Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
    • Dorong meningkatkan pemasukan cairan
      Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
    • Kaji keluhan pada kandung kemih
      Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
    • Observasi perubahan tingkat kesadaran
      Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
    • Kolaborasi:
      • Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
        Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
      • Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
        Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

  3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
    KriteriaHasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
    Intervensi:

    • Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya.
      Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
    • Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
      Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
    • Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
      Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
    • Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
      Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
    • Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
      Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.